Andre Agassi adalah salah satu petenis terhebat sepanjang masa, tetapi dalam Open, ia mengungkapkan kebenaran yang mengejutkan: ia membenci tenis. Memoar ini adalah kisah tentang konflik batin, ketegangan keluarga, ketenaran yang melelahkan, dan pencarian akan kebebasan pribadi—semua diceritakan dengan kejujuran brutal dan kedalaman emosi yang jarang ditemukan dalam buku olahraga. Open adalah pengakuan tanpa topeng yang memperlihatkan bahwa di balik kemenangan spektakuler, ada luka, kebimbangan, dan ketulusan untuk bangkit sebagai manusia seutuhnya.
Masa Kecil: Dipaksa Berjaya sejak Balita
Agassi lahir di Las Vegas, anak bungsu dari keluarga imigran Iran-Amerika. Ayahnya, Mike Agassi:
- Mantan petinju Olimpiade, keras kepala dan obsesif.
- Membangun “The Dragon”—mesin pelontar bola yang digunakan Agassi berlatih berjam-jam setiap hari sejak usia 6 tahun.
Dari kecil, Agassi hidup dalam:
- Lingkungan penuh tekanan untuk menang.
- Ketakutan dan kebencian terhadap tenis yang ditanamkan sejak dini.
Meski berbakat luar biasa, ia merasa permainannya adalah perpanjangan dari ambisi ayahnya, bukan mimpinya sendiri.
Akademi Bollettieri: Pelarian yang Mengikat
Pada usia 13, Agassi dikirim ke Nick Bollettieri Tennis Academy:
- Awalnya tempat ini terasa seperti penyelamat—jauh dari ayahnya.
- Namun segera, tempat itu berubah menjadi pabrik petenis profesional yang tak kalah menekan.
Di sana:
- Agassi dikenal karena bakat mentah dan sikap pembangkang.
- Ia memulai hubungan rumit dengan tenis: mencintai sorotan, tetapi membenci rutinitas dan tekanan mental.
Terkenal di Usia Muda: Rambut Gondrong, Rebel, dan Ekspektasi Publik
Agassi meledak di dunia tenis sebagai “anak ajaib” dengan:
- Gaya flamboyan (rambut gondrong, celana jeans di lapangan).
- Slogan ikonik: “Image is Everything.”
Namun di balik pencitraan itu:
- Ia merasa terperangkap dalam identitas yang tidak ia pilih.
- Mengalami kecemasan, ketidakpastian diri, dan sering memberontak terhadap ekspektasi publik.
Krisis dan Kejatuhan: Cedera, Obat-Obatan, dan Kehampaan
Pada akhir 1990-an, Agassi:
- Mengalami cedera berulang yang merusak kariernya.
- Terperosok dalam depresi dan penggunaan metamfetamin.
- Hubungannya dengan Brooke Shields, aktris terkenal yang dinikahinya, tidak mampu menyelamatkannya dari kehampaan batin.
Salah satu momen paling jujur dalam buku ini adalah pengakuannya bahwa pengakuan positif dunia luar tidak pernah benar-benar memuaskan dirinya.
Kebangkitan: Belajar Mencintai Permainan
Setelah hampir pensiun, Agassi:
- Mengganti pendekatan: fokus pada kebugaran, kedisiplinan, dan misi yang lebih besar dari sekadar menang.
- Bertemu dan menikah dengan Steffi Graf, legenda tenis lain yang membantunya menemukan kedamaian pribadi.
- Membangun Andre Agassi College Preparatory Academy—sekolah untuk anak-anak kurang mampu, yang menjadi kebanggaannya.
Kebangkitan kariernya di usia 30-an membuktikan bahwa transformasi hidup tidak ada kata terlambat.
Hubungan dengan Pelatih dan Tim: Dukungan yang Membentuk
Agassi mengungkapkan hubungan spesial dengan:
- Gil Reyes, pelatih kebugaran yang lebih seperti sosok ayah.
- Brad Gilbert, pelatih yang mengajarkannya untuk “menang jelek”—strategi cerdas ketimbang hanya bergantung pada teknik murni.
Hubungan ini membentuk cara pandangnya bahwa keberhasilan bukan usaha sendiri, tetapi kolaborasi penuh kepercayaan.
Rivalitas dan Pertandingan Epik: Sampras, Becker, Chang
Agassi menghadirkan kembali:
- Rivalitas dengan Pete Sampras yang mendefinisikan era tenis 90-an.
- Pertandingan klasik melawan Boris Becker dan Michael Chang yang menguji daya tahan mental dan fisiknya.
Di balik semua itu, ia selalu merasa:
- Kekalahan lebih membekas daripada kemenangan.
- Setiap pertandingan adalah perjuangan eksistensial, bukan hanya olahraga.
Kejujuran tentang Kesalahan dan Kerapuhan Manusia
Yang membedakan Open dari memoar lain:
- Kejujuran Agassi tentang obat-obatan, krisis identitas, kegagalan pernikahan, dan rasa malu.
- Ia tidak berusaha menyalahkan orang lain, tetapi mengakui proses menemukan dirinya adalah perjalanan penuh luka dan pembelajaran.
Transformasi Melalui Pendidikan dan Amal
Setelah pensiun, Agassi menemukan makna sejati dalam:
- Membangun sekolah di Las Vegas untuk anak-anak kurang mampu.
- Berinvestasi dalam pendidikan sebagai warisan yang lebih besar daripada Grand Slam.
Bagi Agassi, pendidikan adalah bentuk pembalasan yang paling konstruktif terhadap masa lalunya sendiri yang keras.
Filosofi Hidup: Membebaskan Diri dari Ekspektasi
Pelajaran terbesar dari Open:
- Hidup bukan tentang memenuhi ekspektasi orang lain, tetapi menemukan kedamaian dan tujuan yang otentik.
- Olahraga, karier, dan bahkan ketenaran hanyalah kendaraan—tujuan akhirnya adalah menjadi utuh sebagai manusia.
Kesimpulan
Open adalah salah satu memoar olahraga paling jujur dan reflektif yang pernah ditulis. Andre Agassi membawa pembaca melampaui lapangan tenis menuju perjalanan batin yang menggugah—tentang rasa sakit, kebingungan, pencarian makna, dan kemenangan yang sesungguhnya. Ini adalah kisah tentang melawan harapan dunia luar dan menemukan kebenaran dalam diri sendiri.
Suka dengan rangkuman ini? Kamu pasti akan suka dengan bukunya juga! Klik disini untuk beli buku selengkapnya.
Tentang Penulis
Andre Agassi adalah legenda tenis Amerika Serikat dengan 8 gelar Grand Slam dan karier yang bertahan lebih dari dua dekade. Setelah pensiun, ia dikenal sebagai filantropis yang berkomitmen pada pendidikan dan kesejahteraan sosial. Open ditulis bersama J.R. Moehringer, jurnalis pemenang Pulitzer, menghasilkan memoir yang kuat secara emosional dan sastra.

