Manusia adalah makhluk sosial, tapi membangun hubungan yang dalam dan penuh pengertian bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi. Dalam Rapport, Emily Alison dan Laurence Alison menyajikan pendekatan ilmiah dan aplikatif tentang bagaimana kita bisa membaca, memahami, dan membentuk hubungan yang kuat dengan siapa pun—dari pasangan hidup hingga orang yang paling sulit diajak bicara. Berbasis pada pengalaman keduanya dalam bidang psikologi forensik dan interogasi tingkat tinggi, buku ini bukan hanya tentang “membaca bahasa tubuh”, tetapi tentang memahami dinamika sosial dan emosional yang membentuk komunikasi manusia.
Penulis membagi pendekatan mereka ke dalam empat gaya utama interaksi sosial yang bisa memengaruhi apakah kita akan berhasil membangun rapport atau justru menolaknya tanpa sadar. Keempat gaya itu adalah: Dominasi, Submisi, Penarikan Diri, dan Persuasi. Dari keempatnya, hanya satu yang benar-benar membangun hubungan: gaya Kooperatif.
Empat Gaya Sosial: Peta Dinamika Interaksi
Menurut Alison dan Alison, setiap interaksi sosial melibatkan salah satu dari empat gaya ini:
- Dominan (Dominant): Mengontrol, agresif, memaksakan kehendak. Contoh: interogator yang mengintimidasi.
- Submisif (Submissive): Menyerah, pasif, menghindari konflik. Contoh: karyawan yang selalu bilang “ya” meski tak setuju.
- Penarik Diri (Withdrawn): Dingin, tak terlibat, menghindar. Contoh: pasangan yang tak mau membicarakan masalah.
- Kooperatif (Rapport Style): Terbuka, mendengarkan, berorientasi pada kerja sama dan rasa saling percaya.
Hanya gaya Kooperatif yang menciptakan hubungan sejati. Tiga lainnya justru memutus komunikasi, bahkan jika terlihat seperti "berfungsi" dalam jangka pendek.
Rahasia Gaya Kooperatif: Membangun Hubungan Lewat Rasa Aman
Untuk membangun rapport sejati, kita perlu menciptakan rasa aman bagi lawan bicara—baik secara psikologis maupun emosional.
Ciri-ciri gaya kooperatif:
- Bertanya untuk memahami, bukan untuk menghakimi.
- Menunjukkan bahwa kita mendengar dan peduli (active listening).
- Menghindari sikap menggurui, menekan, atau menyudutkan.
- Fokus pada kebutuhan dan nilai bersama.
Ini bukan soal menjadi “lembek”—justru dibutuhkan keberanian dan kontrol emosi yang tinggi untuk tetap kooperatif dalam situasi sulit, termasuk saat berhadapan dengan orang yang kasar atau manipulatif.
Penggunaan di Dunia Nyata: Dari Interogasi hingga Kehidupan Sehari-hari
Emily dan Laurence Alison bukan sembarang akademisi—mereka merancang teknik interogasi untuk kepolisian Inggris dan telah melatih ribuan petugas. Uniknya, teknik yang sama untuk menghadapi kriminal kelas berat juga berhasil diterapkan dalam parenting, pernikahan, dan dunia kerja.
Beberapa studi kasus:
- Polisi yang berhasil mendapatkan pengakuan penting dari tersangka karena bersikap kooperatif, bukan mengintimidasi.
- Orang tua yang mulai “mendengarkan dengan empati” dan akhirnya mampu menenangkan anak remaja yang memberontak.
- Atasan yang beralih dari gaya dominan ke kooperatif, dan akhirnya membentuk tim yang lebih loyal dan produktif.
Kesimpulannya: empati bukan kelemahan—ia adalah alat kekuasaan sosial yang paling kuat ketika digunakan dengan tepat.
Kesalahan Umum dalam Membangun Rapport
Penulis menjabarkan beberapa jebakan umum yang membuat kita gagal membangun hubungan:
- Terlalu cepat memberi solusi, padahal orang hanya ingin didengarkan dulu.
- Menggunakan logika untuk melawan emosi, padahal emosi tidak bisa diselesaikan dengan argumen logis.
- Memaksakan rasa “hubungan baik”, padahal rapport tidak bisa dipaksa—ia harus tumbuh dari kepercayaan.
Solusinya? Latihan kesabaran, kepekaan terhadap sinyal sosial, dan kemampuan meregulasi emosi sendiri.
Bahasa Tubuh dan Isyarat Tak Terucap
Meski buku ini tak fokus pada “trik membaca orang” seperti dalam buku populer lainnya, penulis tetap membahas pentingnya membaca konteks non-verbal:
- Kontak mata yang terlalu intens bisa terasa mengintimidasi.
- Bahasa tubuh tertutup (menyilangkan tangan, menghindari tatapan) bisa menandakan withdrawal.
- Nada suara, jeda, dan kecepatan bicara jauh lebih “terbaca” dibanding kata-kata.
Namun, semua sinyal itu harus dibaca dalam konteks, bukan sebagai kode tetap.
Membangun Rapport di Dunia Digital
Dalam dunia yang semakin banyak berinteraksi melalui layar, tantangan baru muncul. Buku ini menyinggung bahwa gaya komunikasi yang sama masih bisa digunakan, bahkan saat tidak bertemu langsung.
Tips praktis:
- Gunakan kata-kata yang mencerminkan empati dan keterbukaan, misalnya “Aku mengerti perasaanmu”, “Boleh aku tahu kenapa itu penting buatmu?”
- Hindari nada menyalahkan, terutama lewat teks atau email yang bisa mudah disalahartikan.
- Gaya kooperatif bisa ditunjukkan lewat respons yang lambat tapi penuh pertimbangan, bukan reaktif dan emosional.
Kunci Sukses dalam Hubungan Jangka Panjang
Rapport bukan tentang trik jangka pendek. Ini adalah kemampuan jangka panjang untuk:
- Menahan ego.
- Membangun ruang aman bagi orang lain.
- Menyelaraskan cara berpikir dan bertindak demi terciptanya kepercayaan yang sejati.
Kunci utamanya: kenali gaya Anda sendiri terlebih dahulu. Jika kita tidak menyadari kapan sedang bersikap dominan atau menarik diri, kita tidak bisa mengubahnya.
Kesimpulan
Rapport bukan sekadar buku tentang komunikasi—ini adalah panduan mendalam untuk memahami pola interaksi manusia dan bagaimana kita bisa menciptakan hubungan yang tulus dan tahan lama. Dengan pendekatan ilmiah dan studi kasus nyata, Emily dan Laurence Alison menunjukkan bahwa empati, kesabaran, dan sikap kooperatif bukan hanya alat untuk membangun hubungan, tetapi kekuatan yang bisa mengubah dinamika sosial dalam keluarga, organisasi, bahkan negara. Untuk benar-benar memahami orang lain, kita harus bersedia melepas ego, dan hadir sepenuhnya dalam setiap percakapan.
Suka dengan rangkuman ini? Kamu pasti akan suka dengan bukunya juga! Klik disini untuk beli buku selengkapnya.
Tentang Penulis
Emily Alison adalah psikolog perilaku yang bekerja dengan klien dari berbagai latar belakang—dari keluarga berisiko tinggi hingga lembaga penegak hukum. Laurence Alison adalah profesor psikologi di University of Liverpool dan ahli dalam bidang pengambilan keputusan ekstrem, interogasi, serta perilaku kriminal. Bersama, mereka telah melatih pasukan anti-teror dan organisasi internasional untuk membangun hubungan dengan individu paling sulit sekalipun—menggunakan kekuatan empati dan gaya komunikasi kooperatif.

